Walau
hanya tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), tak lantas menghalangi
Satiman menjadi orang sukses. Dari nol, ia merintis usaha kue pia di
Pemalang, Jawa Tengah sampai berkembang pesat seperti sekarang. Saat
ini, Satiman mempekerjakan lebih dari 300 orang dengan omzet mencapai Rp
950 juta per bulan.
Keinginan untuk mengubah nasib menginspirasi
seseorang meraih sukses. Satiman, salah satunya. Pria kelahiran
Pangkalpinang, 18 Oktober 1971 ini sukses berwirausaha dengan modal
awal: ingin bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Walau hanya
lulusan SMP, tak lantas menyurutkan mimpinya berbuat sesuatu yang
bernilai bagi orang lain. Baginya, manusia baru bisa bernilai saat dia
membawa manfaat untuk orang-orang di sekitarnya. "Manusia itu makhluk
sosial sehingga kesuksesannya juga harus bisa dinilai secara sosial,"
tegas Satiman.
Berangkat dari keprihatinannya terhadap angka
pengangguran yang tinggi di negeri ini, pada 2000, Satiman lalu
memutuskan untuk membuka usaha kue pia khas Pemalang, Jawa Tengah.
"Untuk mengurangi pengangguran butuh kontribusi kita semua," kata dia.
Satiman
memilih usaha pia lantaran belum banyak pemainnya. Dengan begitu,
peluang pasarnya cukup terbuka. Selain itu, sifat pia yang kering
membuat camilan ini bisa tahan lama, sampai satu bulan. Meski begitu,
"Tentu tanpa bahan pengawet," ujarnya.
Pia adalah panganan yang
terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula yang dibungkus tepung,
kemudian dipanggang. Di Yogyakarta, kue ini populer dengan sebutan
bakpia. Dengan bendera Pia Gemilang Jaya, Satiman menawarkan aneka rasa
pia, mulai isi cokelat, keju, kumbu hijau dan hitam.
Saat ini,
usaha pianya yang berbasis di Comal, Pemalang, Jawa Tengah mempekerjakan
lebih dari 300 karyawan. Saban hari, ia menjual sekitar 8.000 kotak pia
isi 10 potong per boks. Dengan harga jual sebesar Rp 3.000 per kotak,
Satiman mendapat pemasukan sebanyak Rp 24 juta per hari, atau setidaknya
Rp 720 juta sebulan.
Selain memasarkan sendiri, dia juga menjual
pia buatannya melalui mitra yang tersebar di sejumlah kota, seperti
Semarang, Purwokerto, Magelang, Jombang, Bali, Samarinda, Cilacap, dan
Bogor. Dari sini, Satiman mendapatkan tambahan pemasukan per bulan
sekitar Rp 200 juta. "Total bisa mencapai Rp 950 juta per bulan,"
ujarnya. Untuk memproduksi puluhan ribu potong pia, ia menghabiskan
sedikitnya 140 zak tepung terigu sehari.
Tetapi, kemampuan
Satiman untuk menjalankan bisnis ini tidak datang begitu saja. Sebelum
memutuskan membuka usaha pia di Pemalang, ia sempat bekerja di
perusahaan pembuatan roti di Jakarta. Mulai sebagai sales hingga staf
bagian pembukuan. "Masa-masa itu merupakan periode saya mendapatkan
pengalaman yang berharga, baik untuk teknik pemasaran maupun kemampuan
mengelola pembukuan," katanya.
Karena memiliki prestasi yang
cemerlang, ketika perusahaannya ingin membuka cabang di Semarang, ia pun
dipindahkan ke sana pada pertengahan 1990 untuk membantu mengelolanya.
Di ibukota Jawa Tengah ini, Satiman mulai bersentuhan dengan bermacam
makanan khas Jawa termasuk pia.
Setelah kenyang pengalaman dan
keinginan untuk bisa bermanfaat bagi orang banyak, ia memutuskan membuka
usaha pia. Ia memilih Pemalang setelah melihat kota tersebut cocok
untuk mengembangkan bisnis Pia. Pemalang merupakan salah satu basis
pecinta pia. "Akan lebih mudah diterima karena sudah cukup familier,"
ungkapnya.
Pertimbangan lainnya, di daerah itu, angka
pengangguran cukup tinggi. Situasi ini cocok untuk menjalankan misi
Satiman: ikut berpartisipasi menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.
Salah
satu rahasia kesuksesan Satiman dalam mengembangkan bisnis pianya
adalah selalu mengutamakan kualitas produk. Baginya, kenaikan harga
bahan baku bukan berarti harus mengurangi kualitas dan rasa. "Tidak
masalah kalau keuntungan agak sedikit menurun, yang paling utama
pelanggan tidak kecewa," tegasnya.
Itu sebabnya Pia Gemilang Jaya
terkenal murah dengan potongan pia ukuran besar dan enak. Tetapi,
menurut dia, kunci utama kesuksesannya adalah, jujur, tekun, dan ulet.
"Mudah diucapkan memang, namun sulit diterapkan secara konsisten," ucap
Satiman.
(Bersambung)
pemalang
Comments
Archive